Dalam dunia yang semakin kompetitif dan materialistik, banyak orang mengukur kesuksesan hanya dari seberapa keras seseorang bekerja, seberapa tinggi pendapatan yang diperoleh, atau seberapa cepat karier melesat. Bagi seorang Muslim, bekerja adalah bagian penting dari ibadah. Namun, ada tanggung jawab lain yang tak kalah besar dan kerap terlupakan: menunaikan zakat.
Zakat bukan sekadar sedekah. Ia adalah rukun Islam ketiga, sejajar dengan shalat dan puasa. Artinya, kewajiban zakat bukanlah opsi tambahan, melainkan bagian inti dari praktik keislaman seseorang. Maka dari itu, menjadi Muslim yang taat tidak cukup hanya dengan bekerja keras dan menafkahi keluarga, tetapi juga memastikan bahwa harta kita telah “dibersihkan” melalui kewajiban zakat.
Mengapa Kewajiban Zakat Begitu Penting?
Zakat berasal dari kata “zaka” yang berarti suci, berkah, tumbuh, dan berkembang. Dalam konteks harta, zakat adalah cara untuk menyucikan kekayaan yang kita peroleh. Ia bukan hanya memberikan manfaat bagi penerima, tetapi juga bagi si pemberi. Dengan menunaikan zakat, seseorang tidak hanya menjalankan perintah agama, tetapi juga menjaga keseimbangan sosial dan spiritual dalam hidupnya.
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka…” (QS At-Taubah: 103)
Ayat ini menegaskan bahwa zakat adalah alat untuk membersihkan jiwa dan harta dari sifat tamak, egois, dan cinta dunia yang berlebihan. Ia juga menjadi sarana untuk membangun solidaritas sosial antara yang mampu dan yang membutuhkan.
Bekerja Tanpa Menunaikan Kewajiban Zakat, Apakah Cukup?
Dalam masyarakat modern, bekerja keras identik dengan dedikasi, loyalitas, dan kontribusi terhadap keluarga dan bangsa. Namun, Islam mengajarkan bahwa keberhasilan duniawi tanpa kebermaknaan ukhrawi adalah kekosongan.
Bayangkan seorang Muslim yang bekerja siang dan malam, meraih penghasilan besar, namun mengabaikan kewajiban zakat. Dari kacamata Islam, ia belum melaksanakan tanggung jawab secara utuh. Harta yang tidak dizakatkan bisa menjadi penyebab terhambatnya keberkahan, bahkan dapat menjadi hisab berat di akhirat.
Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa dikaruniai harta oleh Allah, lalu tidak menunaikan zakatnya, maka hartanya itu akan dijadikan ular besar yang botak kepalanya dan mempunyai dua taring. Ular itu akan melilitnya pada hari kiamat…” (HR. Bukhari)
Hadits ini menunjukkan betapa seriusnya konsekuensi dari mengabaikan zakat. Maka bekerja saja, tanpa menunaikan zakat, bukan hanya tidak cukup, tetapi bisa berbahaya.
Kewajiban Zakat dan Kebermaknaan Sosial
Kewajiban zakat bukan hanya urusan vertikal antara hamba dan Tuhannya. Ia juga merupakan instrumen sosial yang mampu mengurangi kesenjangan ekonomi. Ketika seorang Muslim menunaikan zakat, ia sedang turut serta menciptakan sistem ekonomi yang lebih adil dan berkelanjutan.
Bayangkan jika semua umat Islam yang mampu secara ekonomi menunaikan zakat secara rutin dan tepat sasaran. Maka tidak hanya kebutuhan dasar mustahik (penerima zakat) terpenuhi, tetapi mereka juga bisa diberdayakan untuk mandiri dan sejahtera.
Inilah yang disebut kebermaknaan. Zakat bukan sekadar kewajiban administratif, tapi sebuah wujud cinta dan kepedulian kepada sesama. Dengan zakat, kita mengikat hubungan bukan hanya dengan Tuhan, tetapi juga dengan masyarakat dan realita sosial di sekitar kita.
Terlalu banyak orang yang melihat zakat hanya sebagai kewajiban tahunan yang harus dihitung dan dibayarkan. Padahal, zakat seharusnya menjadi kesadaran spiritual dan sosial yang melekat dalam kehidupan sehari-hari. Dengan memahami makna zakat secara mendalam, kita akan sadar bahwa bekerja keras hanyalah satu sisi dari tanggung jawab Muslim. Sisi lainnya adalah bagaimana kita mendistribusikan harta dengan cara yang diridhai Allah SWT, agar keberkahan tidak hanya menyentuh kehidupan kita, tetapi juga menyebar ke masyarakat luas.
Dompet Dhuafa sebagai lembaga filantropi Islam berupaya memastikan bahwa zakat yang dititipkan tidak hanya sampai ke tangan yang membutuhkan, tetapi juga digunakan untuk program-program pemberdayaan yang berkelanjutan. Dari pendidikan, kesehatan, ekonomi, hingga kemanusiaan, semua program ditujukan untuk menciptakan dampak nyata.
Melalui zakat di Yayasan Insan Anugrah Indonesia, kita tidak hanya menjalankan kewajiban, tetapi juga menciptakan perubahan dan kebermaknaan. Mari jadikan zakat sebagai bagian dari gaya hidup, bukan sekadar rutinitas tahunan. Tunaikan zakatmu melalui Yayasan Insan Anugrah Indonesia dan ikutlah membangun peradaban yang lebih adil, berdaya, dan bermakna.